Senin, 29 April 2013

KASUS PERIKATAN HUKUM DAN ANALISIS

Hukum perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang terletak di dalam bidang harta kekayaan di mana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi suatu prestasi.
Unsur-unsur perikatan
  1. Hubungan hukum (legal relationship)
  2. Pihak-pihak yaitu 2 atau lebih pihak (parties)
  3. Harta kekayaan (patrimonial)
  4. Prestasi (performance)
Pihak-pihak (subjek perikatan)
  1. Debitur adalah pihak yang wajib melakukan suatu prestasi atau Pihak yang memiliki utang (kewajiban)
  2. Kreditur adalah Pihak yang berhak menuntut pemenuhan suatu prestasi  atau pihak yang memiliki piutang (hak)
Syarat-syarat prestasi :
  1. Tertentu atau setidaknya dapat ditentukan;
  2. Objeknya diperkenankan oleh hukum;
  3. Dimungkinkan untuk dilaksanakan
Sifat Hukum Perikatan
  1. Sebagai hukum pelengkap/terbuka, dalam hal ini jika para pihak membuat ketentuan sendiri, maka para pihak dapat mengesampingkan ketentuan dalam undang-undang.
  2. Konsensuil, dalam hal ini dengan tercapainya kata sepakat di antara para pihak, maka perjanjian tersebut telah mengikat.
  3. Obligatoir, dalam hal ini  sebuah perjanjian hanya menimbulkan kewajiban saja, tidak menimbulkan hak milik. Hak milik baru berpindah atau beralih setelah dilakukannya penyerahan atau levering.
Berikut ini merupakan contoh kasus dari hukum perikatan prestasi
Pada permulaan PT Depok Town Square (PT DTS) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya.  Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Surabaya itu.  Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan PT Depok Town Square adalah Pripto, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Pripto memanfaatkan ruangan seluas 888,60 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture.  Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola DTS mengajak Pripto membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris.  Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan.  Pripto bersedia membayar semua kewajibannya pada PT DTS, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran.  Kesepakatan antara pengelola PT DTS dengan Pripto dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian.  Kewajiban Pripto ternyata tidak pernah dipenuhi, Pripto menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola DTS tidak pernah dipedulikannya.  Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak DTS telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran.  Hanya sewa ruangan, menurut Pripto akan dibicarakan kembali di akhir tahun 1991.  Namun pengelola DTS berpendapat sebaliknya.  Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991, Pripto seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT DTS.  Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Pripto tetap berkeras untuk tidak membayarnya.  Pengelola DTS, yang mengajak Pripto meramaikan pertokoan itu.
Pihak pengelola DTS menutup COMBI Furniture secara paksa.  Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
Analisis :
Pt.SDP dan pedagang yang bernama Pripto merupakan pihak yang terlibat dalam hukum perikatan prestasi , PT DTS adalah pihak debitur dimana  pihak pihak yang wajib melakukan suatu prestasi atau Pihak yang memiliki utang (kewajiban) dan pedagang yang bernama Pripto adalah kreditur dimana Pihak yang berhak menuntut pemenuhan suatu prestasi  atau pihak yang memiliki piutang, PT. DTS dan pedagang yang bernama Pripto melakukan perjanjian Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris.  Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan tersebut. dimana ruangan tersebut seluas 888,60 M2 yang digunakan untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture.pada perjanjian dua belah pihak tersebut Pripto bersedia membayar semua kewajibannya pada PT DTS, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 20/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran setelah semua berjalan perjanjian tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Pripto dan Kewajibannya pun tidak pernah dipenuhi, Pripto menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola DTS tidak pernah dipedulikannya sehingga pihak pt.sdp melakukan proses hukum di pengadilan negeri Surabaya yang akhirnya Pihak pengelola DTS menutup COMBI Furniture secara paksa.


Sumber :  http://silmi-sabila.blogspot.com/2013/04/analisis-contoh-kasus-hukum-perikatan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar