Unsur-unsur
perikatan
- Hubungan hukum (legal relationship)
- Pihak-pihak yaitu 2 atau lebih pihak (parties)
- Harta kekayaan (patrimonial)
- Prestasi (performance)
Pihak-pihak
(subjek perikatan)
- Debitur adalah pihak yang wajib melakukan suatu prestasi atau Pihak yang memiliki utang (kewajiban)
- Kreditur adalah Pihak yang berhak menuntut pemenuhan suatu prestasi atau pihak yang memiliki piutang (hak)
Syarat-syarat
prestasi :
- Tertentu atau setidaknya dapat ditentukan;
- Objeknya diperkenankan oleh hukum;
- Dimungkinkan untuk dilaksanakan
Sifat Hukum
Perikatan
- Sebagai hukum pelengkap/terbuka, dalam hal ini jika para pihak membuat ketentuan sendiri, maka para pihak dapat mengesampingkan ketentuan dalam undang-undang.
- Konsensuil, dalam hal ini dengan tercapainya kata sepakat di antara para pihak, maka perjanjian tersebut telah mengikat.
- Obligatoir, dalam hal ini sebuah perjanjian hanya menimbulkan kewajiban saja, tidak menimbulkan hak milik. Hak milik baru berpindah atau beralih setelah dilakukannya penyerahan atau levering.
Berikut ini
merupakan contoh kasus dari hukum perikatan prestasi
Pada
permulaan PT Depok Town Square (PT DTS) dibuka dan disewakan untuk
pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya. Salah
satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang
meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Surabaya itu. Salah seorang
diantara pedagang yang menerima ajakan PT Depok Town Square adalah Pripto, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Pripto memanfaatkan ruangan seluas 888,60 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan
rumah tangga dengan nama Combi Furniture. Empat bulan berlalu Tarmin
menempati ruangan itu, pengelola DTS mengajak Pripto membuat “Perjanjian Sewa
Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai
penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang
bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan. Pripto bersedia membayar
semua kewajibannya pada PT DTS, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30
April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua
permil) perhari untuk kelambatan pembayaran. Kesepakatan antara pengelola
PT DTS dengan Pripto dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40
Tanggal 8/8/1988.
Tetapi
perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian. Kewajiban Pripto ternyata tidak pernah dipenuhi, Pripto menganggap kesepakatan itu
sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola DTS tidak pernah
dipedulikannya. Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku
karena pihak DTS telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang
diberikan untuk menunda pembayaran. Hanya sewa ruangan, menurut Pripto
akan dibicarakan kembali di akhir tahun 1991. Namun pengelola DTS berpendapat sebaliknya. Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan
tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10
Maret 1991, Pripto seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44
kepada PT DTS. Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk
ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Pripto tetap berkeras untuk tidak
membayarnya. Pengelola DTS, yang mengajak Pripto meramaikan pertokoan
itu.
Pihak
pengelola DTS menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola
SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
Analisis
:
Pt.SDP dan
pedagang yang bernama Pripto merupakan pihak yang terlibat dalam
hukum perikatan prestasi , PT DTS adalah pihak debitur dimana pihak pihak yang wajib melakukan suatu prestasi atau Pihak yang memiliki
utang (kewajiban) dan pedagang yang bernama Pripto adalah kreditur
dimana Pihak yang berhak menuntut pemenuhan suatu prestasi atau
pihak yang memiliki piutang, PT. DTS dan pedagang yang bernama Pripto
melakukan perjanjian Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris. Dua
belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service
Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa
ruangan tersebut. dimana ruangan tersebut seluas 888,60 M2 yang
digunakan untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi
Furniture.pada perjanjian dua belah pihak tersebut Pripto bersedia
membayar semua kewajibannya pada PT DTS, tiap bulan terhitung sejak Mei
1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan
denda 20/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran setelah semua
berjalan perjanjian tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Pripto dan
Kewajibannya pun tidak pernah dipenuhi, Pripto menganggap kesepakatan itu
sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola DTS tidak pernah
dipedulikannya sehingga pihak pt.sdp melakukan proses hukum di pengadilan
negeri Surabaya yang akhirnya Pihak pengelola DTS menutup COMBI Furniture
secara paksa.Sumber : http://silmi-sabila.blogspot.com/2013/04/analisis-contoh-kasus-hukum-perikatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar