TUGAS AKUNTANSI INTERNASIONAL – TUGAS SOFTSKILL 2
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah kami kali ini membahas tentang pelanggaran etika yang secara nyata terjadi dalam berbagai bidang khususnya dibidang akuntansi.
Penulisan makalah kami ini adalah merupakan salah satu tugas untuk mata kuliah Etika Profesi Akuntansi.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam kelancaran penyusunan makalah kami ini. Makalah yang kami susun ini memang masih jauh dari kata sempurna baik dari bentuk penyusunannya maupun materinya. Kritik dari pembaca yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bekasi, November 2014
Penulis
BAB 1 Latar Belakang
Setiap profesi
memiliki etika yang berbeda-beda. Namun, setiap etika harus dipatuhi karena
etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara dan aturan dalam menjalankan
sitiap pekerjaannya. Di dalam akuntansi juga memiliki etika yang harus di
patuhi oleh setiap anggotanya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan
sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai
akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,
maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab
profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi
tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat
kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Namun, pada
prakteknya pelanggaran kode etika profesi akuntansi masih saja terjadi di
Indonesia.
Dalam pembahasan
kali ini, kami akan membahas mengenai pelanggaran kode etika profesi
akuntansi yang terjadi di Indonesia. Dalam hal ini kami membahas mengenai kasus
Pelanggaran Kode Etik Akuntansi yang terjadi didalam PT. KAI.
PT. KAI adalah Badan
Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta apai.
Layanan PT. Kereta Api Indonesia meliputi angkutan penumpang dan barang.
1.2 Rumusan dan batasan masalah
1.2.1 Rumusan masalah
1. Bagaimana opini penulis terhadap masalah yang terjadi
pada kasus PT. Kereta Api Indonesia ?
2. Etika profesi apa yang dilanggar oleh PT. Kerta
Api Indonesia ?
1.2.2 Batasan masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis hanya
membahas kasus PT. Kereta Api Indonesia pada tahun 2006.
1.3 Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui opini penulis tentang masalah
apa yang terjadi pada PT. Kereta Api Indonesia
2. Untuk mengetahui etika profesi apa yang dilanggar
oleh PT. Kereta Api Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 ETIKA PROFESI AKUNTANSI MENURUT IAI
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode
Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai
panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan
publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:1. Prinsip Etika,
prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan
oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota. 2. Aturan Etika, aturan Etika
disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang
bersangkutan 3. Interpretasi Aturan Etika, Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah
memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi
lingkup dan penerapannya.
2.2 PRINSIP ETIKA PROFESI MENURUT IAI
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan
oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan
oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang
bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan
oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari
anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam
penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa
akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab
profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku
profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat,
bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Tujuan profesi akuntansi adalah
memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai
tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk
mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat) kebutuan dasar yang harus dipenuhi
:
1. Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas
informasi dan sistem informasi.
2. Profesionalisme. Diperlukan individu yang denga
jelas dapat diindentifikasikan oleh pamakai jasa akuntan sebagai profesional
dibidang akuntansi.
3. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua
jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan stndar kinerja yang tinggi.
4. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat
merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemebrian
jasa oleh akuntan.
Prinsip Etika Profesi Akuntan :
1. Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan
tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
2. Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban
untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
4. Obyektivitas Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang
kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
mutakhir.
6. Kerahasiaan Setiap anggota harus, menghormati
leerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
7. Perilaku Profesional Setiap anggota harus
berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
BAB III
3.1 Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. KAI
tahun 2006
Komisaris PT KAI (Kereta Api Indonesia)
mengungkapkan bahwa ada manipulasi laporan keuangan dalam PT KAI yang
seharusnya perusahaan mengalami kerugian tetapi dilaporkan mendapatkan
keuntungan.
“Saya mengetahui ada sejumlah pos-pos yang
seharusnya dilaporkan sebagai beban bagi perusahaan tapi malah dinyatakan
sebagai aset perusahaan, Jadi disini ada trik-trik akuntansi,” kata Hekinus
Manao, salah satu Komisaris PT. KAI di Jakarta, Rabu.
Dia menyatakan, hingga saat ini dirinya tidak mau
untuk menandatangani laporan keuangan tersebut karena adanya ketidak-benaran
dalam laporan keuangan itu
“Saya tahu bahwa laporan yang sudah diperiksa
akuntan publik, tidak wajar karena sedikit banyak saya mengerti ilmu akuntansi
yang semestinya rugi tapi dibuat laba,” lanjutnya.
Karena tidak ada tanda-tangan dari satu komisaris PT
KAI, maka RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) PT Kereta Api harus dipending yang
seharusnya dilakukan pada awal Juli 2006.
3.2 Analisis dan Penyelesaian Kasus PT.KAI Tahun
2006
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI;
dalam kasus tersebut, terdeteksi adanya kecurangan
dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang
dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan
dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan
keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan
sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci,
perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT
KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan
itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap
laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan
oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan
akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT
KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan
komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti
dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 :
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah
ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI
selama tahun 2005.
Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan
pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan
dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan
yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart
Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa
dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat
penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
Penurunan nilai persediaan suku cadang dan
perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan
inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara
bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan
nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang
seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya
dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal
negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31
Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan
pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal
perseroan.
Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan
kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya
telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI
tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara
komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata
kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat
komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan
keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit
laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan
Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi
sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus
2006 dan 8 Agustus 2006).
Kasus PT KAI di atas menurut beberapa sumber yang
saya dapat, berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena
tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang
sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah
dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam
laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa
diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan
Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi
keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004
laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut.
Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan
Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme,
netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu
harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati
harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan
dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan.
Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna
mengetahui prospek ke depan. Yang jelas segala bentuk penyelewengan yang
dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu
dilakukan.
BAB IV Kesimpulan
Dengan kasus diatas tentang pelanggaran Etika dalam
berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT KAI
pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat
penyimpangan pada laporan keuangan PT KAI tersebut. pada kasus ini juga terjadi
penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti investor tersebut. seharusnya PT
KAI harus bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas-asas etika profesi
akuntansi, seperti :
1. Prinsip integritas adalah suatu elemen karakter
yang mendasari timbulnya pengakuan profesional, integritas mengharuskan seorang
anggota untuk antara lain bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Akuntan yang telah berusaha menyuap untuk kepentingan
klien seperti pada kasus di atas dapat dikatakan tidak jujur dan tidak adil
dalam melaksanakan tugasnya.
2. Prinsip obyektivitas adalah suatu kualitas yag
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota, prinsip obyektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual,
tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah
pengaruh pihak lain. Di sini terihat bahwa ia telah berat sebelah dalam
memenuhi kewajiban profesionalnya dan melakukan kecurangan dengan menyogok
aparat pajak di Indonesia.
3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan
kehati-hatian profesional
Dalam kasus ini akuntan tidak menggunakan sikap kehati-hatian profesionalnya dengan tidak mempertimbangkan resiko yang akan terjadi berkaitan dengan kelangsungan jasa kantor akuntan publiknya yang menyebabkan keraguan pada masyarakat terhadap jasa profesional akuntannya.
Dalam kasus ini akuntan tidak menggunakan sikap kehati-hatian profesionalnya dengan tidak mempertimbangkan resiko yang akan terjadi berkaitan dengan kelangsungan jasa kantor akuntan publiknya yang menyebabkan keraguan pada masyarakat terhadap jasa profesional akuntannya.
4. Prinsip Perilaku Profesional KPMG-SSH telah melanggar prinsip perilaku profesional dengan melakukan pelanggaran hukum yang dapat mendiskreditkan profesi nya yaitu dengan menyarankan klien untuk melakukan penyuapan pajak dan merugikan negara.
Sumber : 1. http://hendraendra.blogspot.com/2012/10/contoh-kasus-pelanggaran-etika-dalam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar